Peluang
Seorang Capster (Pemotong Rambut) saat berbincang dengan pelanggannya, memberikan pernyataan bahwa Tuhan itu tidak ada. Lalu pelanggan tersebut bertanya kepada Capster tersebut, kenapa bisa begitu? Capster tersebut menjawab, karena di luar sana masih banyak terjadi kekacauan, pencurian , perampokan, orang kelaparan dan lain sebagainya. Pelanggan tersebut ingin menjawab, namun mencari jawaban yang tepat. Setelah selesai potong rambut, saat keluar dari barber shop, dia melihat sosok laki-laki berambut panjang yang sedang mendengarkan musik di telinganya. Laki-laki tersebut diajak masuk ke barber shop dan dipertemukan dengan Capster. Lalu si pelanggan mengatakan bahwa tidak ada Capster di dunia ini. Sang Capster sedikit bingung dengan pernyataan pelanggannya. Capster menjawab, yang salah laki-laki berambut panjang tersebut, mengapa dia tidak mau datang ke barber shop untuk minta tolong dipotong rambutnya. Pelanggan tersebut menjawab, itulah yang terjadi saat ini, manusia yang tidak mau datang ke Tuhannya, sehingga banyak terjadi kekacauan, pencurian, perampokan, orang kelaparan, dan lain sebagainya. Seandainya manusia selalu datang ke Tuhannya, maka keburukan tersebut tidak akan terjadi.
Kisah di atas bercerita tentang seseorang yang tidak percaya akan adanya Tuhan, disebabkan masih banyak terjadi keburukan. Namun kenyataannya adalah manusia sendiri tidak kembali ke Tuhannya, sehingga jauh dari petunjuk Tuhannya sehingga dengan mudah melakukan hal-hal yang buruk. Tidak bisa membedakan mana yang hak dan yang batil. Perlu diketahui bahwa kita hidup di dunia ini sudah takdirnya Alloh, dimana sudah tertuliskan di Kitab Lauhul Mahfudz. Kapan dan dimana kita dilahirkan dan meninggal, siapa jodohnya, dan seberapa besar rezekinya selama hidup, semua sudah tertuliskan di Kitab-Nya Alloh. Mengimani takdir adalah salah satu rukun islam. Namun Alloh memberikan kesempatan kepada manusia untuk berusaha atau ikhtiar agar dapat mendapatkan hasil yang terbaik.
Itu yang dinamakan Peluang. Peluang untuk mendapatkan hasil yang terbaik dengan cara berusaha semaksimal mungkin. Manusia tidak akan tahu takdirnya sebelum peristiwa itu terjadi. Sebelum peristiwa terjadi, maka manusia harus berusaha semaksimal mungkin. Misal mahasiswa yang ingin mendapatkan nilai A. Kriteria untuk mendapatkan nilai A dapat diketahui sebelumnya, dengan mencapai nilai bobot UTS 30%, UAS 30%, dan Tugas 40%. Maka mahasiswa tersebut akan semaksimal mungkin untuk mendapatkan nilai ujian sempurna dan mengerjakan tugas sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Selama satu semester sebisa mungkin untuk selalu hadir di kelas dan mendengarkan apa yang disampaiakan oleh dosen. Setelah semua komponen dilakukan secara maksimal, maka Peluang untuk mendapatkan nilai A terpenuhi.
Namun apa yang terjadi jika Alloh berkehendak lain. Contoh saat dosen akan memberikan nilai A karena semua komponen memenuhi syarat, saat akan mengumpulkan nilai di akademik, tanpa disengaja dosen menuliskan huruf C, dikarenakan dosen tersebut salah membaca nama atau nomor induk mahasiswa tersebut. Itu hak-Nya Alloh semata bila hal tersebut bisa terjadi. Jadi, takdir nilai mahasiswa tersebut adalah C. Jika mahasiswa tersebut menerima takdirnya dengan ikhlas, maka nilainya tetap C. Sebenernya mahasiswa tersebut masih ada Peluang untuk memperbaiki nilai tersebut, dengan menanyakan kepada dosen pengampu atau mengikuti ujian perbaikan. Dengan memaksimalkan usaha atau ikhtiar, mahasiswa tersebut sudah melakukan sesuai dengan prosedurnya, dan hasil akhir adalah kewenangan Alloh.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka. (QS 13:11).
Ayat tersebut mengindikasikan bahwa kita ada pilihan untuk dapat merubah nasib kita sendiri. Sekali lagi adanya Peluang untuk dapat merubah nasib kita sendiri. Pilihannya adalah apakah kita mau hidup sengsara atau bahagia. Jika pilihannya adalah hidup sengsara, tidak perlu melakukan apa-apa, tidak perlu melakukan aktivitas apapun, bermain judi, menghambur-hamburkan uang, dan lain sebagainya. Begitupula sebaliknya, jika ingin merubah nasib lebih baik, maka kita harus bekerja, berusaha yang terbaik, dan yang paling penting adalah datang ke Alloh untuk selalu mendapatkan ridho-Nya.
Manusia yang sedang mendapatkan ujian dari Alloh itu bukan berarti Alloh benci dengan hamba-Nya, namun dengan ujian akan membedakan siapa yang beriman dan yang tidak beriman. Bagi yang beriman, dengan mendapatkan ujian, akan lebih menguatkan iman orang tersebut, karena disitulah kesabaran orang yang beriman akan diuji.
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS 2:153).
Dengan kesabaran itulah menjadi penolong bagi yang beriman, sehingga masalah seberat apapun tidak menjadi suatu masalah yang besar, namun akan menguatkan keimanan. Maka dari itu, dengan semakin banyak masalah di kehidupan ini, maka akan membentuk kedewasaan seseorang, bukan sebaliknya yang akan menjadikan suatu masalah adalah beban hidup. Belum lama juga terjadi seseorang yang tidak kuat menghadapi masalah hingga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Terjadinya keburukan di dunia ini, bukan berarti Tuhan tidak ada, namun yang diinginkan Alloh adalah adanya keburukan, maka diharapkan kebaikan akan muncul pula. Seandainya banyak manusia di dunia ini yang kelaparan, maka diharapkan ada manusia lain yang merasa prihatin dan tergerak hatinya untuk membantu manusia yang kelaparan tersebut. Dengan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Peluang manusia untuk melakukan kebaikan cukup besar. Memaksimalkan usaha dan disertai dengan doa berharap kepada Tuhan yaitu Alloh agar mendapatkan ridho-Nya.
Penulis
Chancard Basumerda, S.T., M.Sc.
Dosen Jurusan Teknik Industri