Indonesia sebagai negara Muslim terbesar yang mewakili 13% dari populasi Muslim global, adalah bagian integral dan sentral dari ekonomi Muslim yang semakin besar di seluruh dunia. Saat ini Indonesia menempati posisi pertama 10 besar negara yang mengkonsumsi makanan halal di dunia. Dalam satu dekade ke belakang, berwisata ke luar negeri telah menjadi sebuah lifestyle, terutama bagi kaum muda Indonesia. Mudahnya akses dan ketersediaan low-cost carrier maupun B&B yang on-budget menambah kemudahan bagi para kaum muda ini untuk dapat bepergian ke luar negeri. Namun demikian, banyak negara yang menjadi tujuan wisata adalah negara non-muslim, sehingga ketersediaan makanan halal maupun tempat ibadah menjadi permasalahan bagi sebagian orang.

Di beberapa negara dengan yang sering dikunjungi wisatawan muslim, perkembangan terus dilakukan dengan adanya pembangunan atau penyediaan tempat ibadah, yang biasanya digawangi oleh masyarakat muslim di negara tersebut. Demikian pula dengan bertambahnya restoran halal di tempat-tempat wisata. Sayangnya, masih banyak dari masyarakat muslim kita yang belum menyadari makna dari makanan halal tersebut. Lahir di negara muslim dengan 87% penduduknya muslim, membuat sebagian dari masyarakat kita menganggap bahwa seluruh daging selain babi yang dijual merupakan daging halal. Dengan anggapan yang sama, saat melancong ke luar negeri, mereka sering menggunakan kaca mata orang Indonesia. Padahal, sebagai negara non-muslim, sangat jelas bahwa daging yang dijual di supermarket maupun di restoran tanpa label halal, adalah tidak halal/haram.

Sebagai umat Islam, mengkonsumsi makanan halal dan baik (thayib) adalah perintah Allah yang harus dilaksanakan. Hal ini diperintahkan oleh Allah dalam Surat Al-Maidah: 88

وَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْٓ اَنْتُمْ بِهٖ مُؤْمِنُوْنَ

Dan makanlah makanan yang halal dan baik (thayib) dari apa yang telah dikaruniakan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah dan beriman kepada-Nya.

Dengan demikian, mengkonsumsi makanan halal berdasarkan iman dan taqwa karena mengikuti perintah Allah adalah ibadah yang membawa pahala dan memberi kebaikan dunia dan akhirat. Perintah untuk mengkonsumsi makanan halal juga tertuang dalam Surat Al Baqarah: 168.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَٰلًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

Adapun pembahasan mengenai halal dan haramnya makanan yang kita konsumsi, secara gamblang juga telah ditegaskan bahwa makanan dan minuman yang dilarang adalah: bangkai; darah; babi; hewan yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; dan khamr atau minuman yang memabukkan, sebagaimana dituliskan dalam Surat Al-Maidah: 3.

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Banyak wisatawan Indonesia yang masih berpikir bahwa makanan non-halal hanya sebatas babi dan alcohol (minuman). Sayangnya, anggapan yang menggampangkan tersebut salah dan harus dikoreksi. Sedangkan di dalam Qur’an telah disebutkan juga bahwa daging yang tidak disembelih dengan menyebut nama Allah adalah masuk kategori haram. Demikian pula dengan makanan yang merupakan hasil turunan zat-zat haram tersebut. Misalnya shortening, gelatin, mirin, shoyu dengan kandungan alcohol, emulsifier, rum, dan lain sebagainya. Tentu saja, sebagai muslim, saat merencanakan perjalanan juga harus mempertimbangkan akan makan apa dan dimana untuk menjamin makanan yang dikonsumsi adalah halal. Apabila mau sedikit meluangkan waktu, kita bisa merencanakan itinerary dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut. Sayangnya, banyak juga yang mengganggap bahwa mencari makanan halal, namun tidak khas negara tujuan itu tidak sesuai dengan tujuan wisata itu sendiri, terutama yang bertujuan untuk wisata kuliner. Hal-hal tersebut sebenarnya sudah mulai dipikirkan oleh negara tujuan, misalnya Korea dan Jepang yang sudah mulai memperbanyak restoran halal, memberikan ijin untuk pengembangan tempat ibadah (yang harus sesuai dengan aturan bermasyarakat disana), dan membuat halal map yang dapat dipergunakan sebagai acuan dalam pembuatan itinerary.

Bagaimana kita dapat menjamin bahwa makanan yang kita konsumsi saat berwisata ke negara dengan jumlah muslim minoritas itu halal? Seperti halnya di Indonesia, di luar negeri pun terdapat Lembaga yang bertugas mengeluarkan label halal sesuai dengan syariat Islam. Dengan demikian, sebagai muslim kita dapat mencari makanan yang diberi label halal pada kemasannya atau pergi ke restoran yang telah mendapatkan sertifikasi halal dari Lembaga yang ada di negara tersebut. Untuk memudahkan pencarian, sebaiknya saat membuat itinerary juga mencari lokasi restoran halal yang ada di daerah wisata tujuan. Beberapa negara bahkan telah membuat aplikasi untuk mencari restoran halal. Selain itu, pergunakan gadget yang kita miliki seperti google translate untuk membantu menterjemahkan tulisan selain alphabet saat melakukan pengecekan bahan makanan yang dijual. Bagi yang berwisata dengan budget terbatas, membawa bekal makanan instant dari Indonesia juga merupakan opsi yang bisa dipilih. Namun perlu diperhatikan pula untuk alat masak yang disediakan pihak B&B atau sharehouse sangat mungkin terdapat kontaminasi makanan non-halal.

Semoga kita dapat lebih berhati-hati dalam memilih makanan dan minuman yang dikonsumsi, terutama saat bepergian ke luar negeri. Mengkonsumsi makanan yang halal dapat membantu kita untuk senantiasa menjaga hati dan akal sehat, serta mendapatkan Ridha Allah SWT. Dengan mengkonsumsi makanan yang halal dan baik, Insya Allah kita akan selalu siap beramal-shalih.

 

 

Penulis

Meilinda F.N. Maghfiroh

Dosen Jurusan Teknik Industri

Mengenal Tahun Baru Hijriah

Perayaan Tahun Baru Hijriah merupakan salah satu agenda penting dengan beragam sejarah didalamnya. Tahun baru Islam diperingati setiap tanggal 1 Muharram sekaligus memperingati peristiwa Hijrah saat Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya bermigrasi dari Mekah ke Madinah pada tahun 622 M.

Kalender Hijriah berbeda dengan kalender Masehi, kalender Hijriah menggunakan perhitungan orbit bulan pada bumi, karenanya disebut dengan kalender lunar. Sedangkan kalender Masehi menggunakan perhitungan pergerakan matahari, karenanya disebut dengan kalender solar. Kalender Hijriah maupun Masehi memiliki jumlah bulan yang sama, pada kalender Hijriah sendiri memiliki dua belas bulan dengan nama-nama bulan sebagai berikut: Muharram, Shafar, Rabi’ul Awal, Rabi’ul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Zulqaidah, dan Zulhijjah.

Awal mula adanya kalender Hijriah adalah pada era kepemimpinan Umar bin Khattab, Umar berdiskusi dengan sahabat Nabi lainnya untuk memilih diantara tiga peristiwa penting sebagai penanda awal tahun Hijriah (Kalender Islam). Tiga peristiwa itu diantaranya adalah hari dan tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW, wafat Nabi Muhammad SAW, atau Hijrah dari Mekah ke Madinah. Para sahabat sepakat menggunakan tanggal Hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah.

Hijrah ke Madinah adalah titik balik dalam sejarah Islam, menandai awal dari negara Muslim, dan merupakan hari di mana Nabi mendirikan ‘the first civil Muslim society’.

Dilansir dari English Alarabiya, sebelum ditetapkannya Muharram sebagai bulan pertama. Terdapat diskusi tentang apakah bulan pertama tahun ini harus Ramadhan sebagai bulan puasa umat Islam atau Muharram. Kemudian Muharram diumumkan sebagai bulan pertama dalam kalender Hijriah Islam mengingat bahwa itu terjadi setelah umat Islam mengakhiri musim haji tahunan ke Mekah untuk haji selama bulan Dzul-Hijjah.

Sejatinya, jarang ada perayaan besar yang diadakan di sebagian besar negara mayoritas Muslim. Namun banyak yang menyatakan hari libur umum untuk memperingatinya. Ini termasuk negara kita Indonesia danbeberapa negara lain seperti Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Tunisia.

Untuk memperingati tahun baru Hijriah, mari rayakan dengan berdo’a awal tahun:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

اَللَّهُمَّ أَنْتَ الأَبَدِيُّ القَدِيمُ الأَوَّلُ وَعَلَى فَضْلِكَ العَظِيْمِ وَكَرِيْمِ جُوْدِكَ المُعَوَّلُ، وَهَذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَلَ، أَسْأَلُكَ العِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَأَوْلِيَائِه، وَالعَوْنَ عَلَى هَذِهِ النَّفْسِ الأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ، وَالاِشْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنِيْ إِلَيْكَ زُلْفَى يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ

Allâhumma antal abadiyyul qadîmul awwal. Wa ‘alâ fadhlikal ‘azhîmi wa karîmi jûdikal mu‘awwal. Hâdzâ ‘âmun jadîdun qad aqbal. As’alukal ‘ishmata fîhi minas syaithâni wa auliyâ’ih, wal ‘auna ‘alâ hâdzihin nafsil ammârati bis sû’I, wal isytighâla bimâ yuqarribunî ilaika zulfâ, yâ dzal jalâli wal ikrâm.”

 Artinya:

“Tuhanku, Kau yang Abadi, Qadim, dan Awal. Atas karunia-Mu yang besar dan kemurahan-Mu yang mulia, Kau menjadi pintu harapan. Tahun baru ini sudah tiba. Aku berlindung kepada-Mu dari bujukan Iblis dan para walinya di tahun ini. Aku pun mengharap pertolongan-Mu dalam mengatasi nafsu yang kerap mendorongku berlaku jahat. Kepada-Mu, aku memohon bimbingan agar aktivitas keseharian mendekatkanku pada rahmat-Mu. Wahai Tuhan Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan.”

(Sumber: Kitab Kanzu Najah; Maimoen Zubair)

Selamat Tahun Baru Islam 1443 H

Pendekatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Kala PPKM

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Indonesia sudah berlangsung sejak 3 Juli 2021 hingga 20 Juli 2021 yang wacananya akan diperpanjang hingga 28 Juli 2021. Hal ini dilakukan karena angka kasus Covid-19 di Indonesia belum dapat dikendalikan.  Bahkan dalam beberapa hari terakhir, angka kasus positif Covid-19 yang dilaporkan cenderung mengalami peningkatan.

Oleh sebab itu, masing-masing individu memiliki perananyang sangat penting untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan agar pandemi ini diharapkan bisa berakhir dan tidak terjadi penularan lebih lanjut. Adapun aksi yang tepat adalah dengan menaati protokol yang sudah diberikan mengenai apa yang perlu dilakukan secara pribadi untuk meningkatkan kepedulian dan mencegah terinfeksi Covid-19. Sesuai dengan Al-Quran surat An-Nisaayat 59, di awal bahwa:

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan kepada para pemimpin di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu benar- benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa[4]: 59)

Selain itu terdapat pedoman risk assessment yang dilakukan dengan menggunakan prinsip dasar keselamatan dan kesehatan kerja, dalam hal ini diterapkan framework pembuatan proses dan keputusan berdasar ilmu industrial hygiene. Langkah framework terdiri dari antisipasi dan pengenalan hazard atau sumber bahaya, evaluasi paparan dan yang terakhir melakukan kontrol serta memastikan perlindungan terhadap risiko bahayanya (Zisook, et al., 2020).

Sangat penting untuk mengantisipasi, mengenali, dan mengidentifikasi hazards pada cara penularannya dan siapa yang bisa terdampak, dimana Covid-19 bahayanya adalah droplet atau cairan dari penderita sampai kepada orang sehat. Cara penularan dengan tersemburnya pada saat bersin, berbicara atau bersentuhan secara langsung. Penderita yang mungkin bisa terkena sebelumnya dilansir bahwa kerentanan terjadi pada penduduk usia lanjut dan yang memiliki komorbid atau penyakit bawaan lainnya. Namun sejarah menunjukkan bahwa tidak menutup kemungkinan untuk semua kategori usia dapat tertular, sehingga hati-hati merupakan langkah yang tidak salah.

Adapun langkah lain yaitu melakukan kontrol dan memastikan perlindungan sudah baik dan benar dapat dilakukan dengan mematuhi protokol dengan menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Masker perlu dipastikan sesuai, fit to use atau sesuai bentuk wajah dan menutupi area hidung, mulut, dan dagu secara baik. Apabila sudah tidak efektif, segera ganti masker, disarankan dengan menggunakan double mask dengan lapisan masker disposable yang ditutup dengan masker kain untuk ektra proteksi saat terdesak untuk keluar rumah, dan tetap menjaga jarak dengan memastikan untuk tidak berada  pada keramaian. Saat berada di luar, kita harus memastikan melakukan cuci tangan dilakukan sesuai petunjuk selama minimal 20 detik dengan menjangkau seluruh area tangan yang mungkin terpapar, dan menghindari menyentuh wajah di keramaian.

ppkm masker

Sebagai hamba yang beriman, sebaiknya kita meyakini bahwa manusia bisa berusaha namun mari kita serahkan semua usaha kita untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S. Ar-Ra’d: 11)

 

Ditulis oleh: Putri Shafira Carolina

Editor : Abdullah ‘Azzam

Sumber: Ragil, Muhammad Suryoputro (2021), Peran Teknik Industri Di Masa Pandemi Covid 19: Menghadapi Pandemi Covid-19 Dengan Pendekatan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta: KEPEL Press

Sejak awal diberikannya wahyu pertama di Gua Hira, Nabi Muhammad SAW telah menanamkan rasa persaudaraan dan ikatan iman di antara para pengikutnya. Ketulusan hatinya untuk melindungi umat dibuktikan dengan beragam peristiwa, disertai tangis, dan do’a yang selalu Rasulullah SAW panjatkan agar umat-nya senantiasa diberi perlindungan.

Nabi Muhammad SAW adalah pria dengan wajah yang bersinar mengalahkan bulan purnama, memiliki tubuh yang sempurna, dengan senyuman yang merekat diparasnya. Semua kebaikan Nabi Muhammad SAW perlu diterapkan pada kehidupan sehari-hari kita yang disebut Sunnah berarti ‘kebiasaan’, seperti kebiasaan tertawa tidak terbahak-bahak, berbicara dengan pelan dan jelas, memperhatikan lawan bicara, dan banyak lainnya.

Nabi Muhammad SAW senantiasa mendoakan umatnya, hingga menangis saat sedang bersujud karena bersedih untuk umatnya. Rasulullah SAW pun pernah shalat dengan melafalkan satu ayat berulang-ulang, ayat tersebut adalah Al-Maidah ayat 118 yang berisi:

اِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَاِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۚوَاِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَاِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.”

Sebagai umat Muslim, kita patut berbahagia memiliki suri tauladan yang menyebut nama umat dalam setiap pikirnya. Nabi Muhammad SAW yang berlaku baik sebagai contoh untuk umatnya agar selalu berada pada jalan yang benar. Seperti contoh kebaikan Nabi Muhammad SAW yang bergabung dengan para pemuda, menanggapi cerita, mengikuti alur pembicaraan, dan menambahkan pelajaran juga manfaat pada setiap percakapan. Hal ini dapat dicontoh oleh para pengajar, dapat meneladani Rasulullah SAW dengan berbaur, mendengarkan, menanggapi, memberikan pelajaran kepada mahasiswanya, dan tak lupa dengan batasan sesuai posisi sebagai pengajar.

Untuk mencintai Nabi Muhammad SAW tentunya kita harus mengenal kebaikannya dan kedekatan kita kepada Rasulullah tergantung dengan seberapa besar kita meneladani suri tauladan kita Rasulullah SAW.

Halal bihalal Teknik Industri UII 2021

Dalam satu hari, kita membaca syahadat minimal 5 kali saat shalat, mengamalkan Ashadualla Ilahailallah namun sering luput akan pengamalan Ayshadu Anna Muhammadarrasulullah
Karenanya, diharapkan dengan materi syawalan ini dapat mendekatkan kita terhadap pengamalan kebaikan Nabi Muhammad SAW. Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Dikutip dari ceramah Bambang Suratno, S.T., M.T., Ph.D

 

Penulis

Putri Shafira Carolina

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Mengapa kita harus menjauhi riba, karena dalam hadits yang sudah disepakati keshahihannya dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ! وَذَكَرَ مِنْهُنَّ: آكِلَ الرِّبَا.

“Jauhilah tujuh perkara yang membawa kehancuran,” dan beliau menyebutkan di antaranya, “Memakan riba.”

Dan telah datang ijma’ atas haramnya riba.

Imam ‘Ali bin Husain bin Muhammad atau yang lebih dikenal dengan sebutan as-Saghadi, menyebutkan dalam kitab an-Nutf bahwa riba menjadi tiga bentuk yaitu:

  1. Riba dalam hal peminjaman.
  2. Riba dalam hal hutang.
  3. Riba dalam hal gadaian.

Bagaimana sebagai seorang muslim/muslimah membangun bisnis yang tidak menggunakan riba?

Beberapa yang bisa diihtiarkan adalah memulai dari belajar sistem, dengan menjadi seorang karyawan pada perusahaan terbaik dikelasnya pada wilayah setempat.  Kita bisa mempelajari konsep cashflow quadrant yang dikeukakan oleh Robert T Kiyosaki, dengan melakukan penyesuaian sebagaimana bisnis yang diajarkan oleh Rosululloh SAW.

Gambar 1 Cashflow Quadrant

 

Gambar 2 Income statement dan Balance sheet

Memulai usaha/bisnis bagi pemula atau fresh graduate, permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana menemukan ide bisnis yang bagus dan sesai dengan passionnya, bagaimana permodalannya, bagaimana mengelola customer, supplier, dan karyawan, dan lain sebagainya. Memulai bisnis tanpa ilmu dan pengalaman sangat beresiko tinggi, apalagi kalau membangun bisnis menggunakan utang bank dengan bunga riba, itu adalah keputusan MORON alias bodoh, karena mencadangkan atau membayar kepastian dengan ketidakpastian. Artinya pemasukan dari bisnis tidak pasti, tapi angsuran (pokok + riba) yang harus dibayar adalah pasti.

Langkah apa yang bisa dilakukan?

Mengutip dari konsep yang dikemukakan oleh Robert T Kiyosaki pada cashflow quadrant, bisa diambil langkah awal adalah menjadi seorang E(Employee). Artinya kita membidik bisnis yang akan dipilih, diawali menjadi karyawan pada bisnis yang sejenis. Menjadi E diniatkan untuk belajar bagaimana menjalankan bisnis.. Jadi niat utama adalah belajar sambl melakukan akumulasi modal. Dari gambar 2, kotak income statement terdapat income, setelah dikurangi expenses maka masih ada saldo. Saldo yang ada ini dibelikan asset, bukan dibelanjakan untuk liabilities. Dengan membeli asset ini maka kita berada pada kuadrant 4 yaitu investor. Hasilnya bisa menambah income pada income statement, sehingga saldo akan bertmbah. Dalam kurun waktu 3 hingga 5 tahun, penguasaan atas bisnis menjadi semakin matang dan bisa menjadi seorang konsultan. Otomatis kita berada pada kuadrant 2, yaitu self-employment. Hasilnya akan menambah deretan income.

Langkah berkutnya adalah memulai membangun bisnis dimulai dari kecil. Dengan berbekal pengetahuan, pengalaman, dan modal yang memadahi, bisnis level kecil bisa dibangun. Selalu menjaga agar bisnis jauh dari maksiat dan tidak menggunakan uang bank yang mengandung riba.

Langkah terakhir adalah menuju kebebasan finansial dengan memperbanyak dan memperkuat kuadran 4 yaitu menjadi seorang investor sehingga waktu untuk beribadah menjadi semakin longgar, tanpa adanya angsuran bank yang mengandung riba.

Referensi:

 

https://almanhaj.or.id/4044-riba-pengertian-dan-macam-macamnya.html

Robert T Kiyosaki, Cash flow Quadrant

 

Penulis

Dr. Taufiq Immawan, S.T., M.M.

Dosen Jurusan Teknik Industri

Bismillaahirrahmanirrahiim

Adalah kewajiban bagi tiap muslim untuk menuntut ilmu. Jika dikaitkan dengan kondisi mahasiswa yang menuntut ilmu dengan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, yang harus menjadi perhatian penting yaitu bagaimana adab menuntut ilmu. Dalam hal ini penulis ingin mengingatkan bahwa kewajiban menuntut ilmu sebenarnya adalah ilmu agama. Ilmu dunia seperti yang dipelajari di perkuliahan hukum asalnya adalah mubah atau boleh. Bahkan akan menjadi lebih baik jika kelak ilmu dunia tersebut, misalnya mata kuliah optimisasi dalam prodi Teknik Industri, dipergunakan untuk kemaslahatan dan kebangkitan umat muslim. Berkata ‘Abdullah bin Mubarak rahimahullah bahwa sesuungguhnya awal dari ilmu itu adalah: (1) niat karena Allaah Ta’ala; (2) mendengarkannya; (3) memahaminya; (4) menghafalkannya; (5) mengamalkannya; dan (6) menyebarkannya.

Bermula dari niat untuk akhirat, niatkanlah bahwa ilmu dunia tersebut untuk membantu kebangkitan kaum muslimin. Tidak jarang mahasiswa menimba ilmu sampai jenjang sarjana hanya untuk mendapatkan nilai yang bagus, kemudian akan dipakai untuk mencari pekerjaan di perusahaan-perusahaan berpredikat baik demi pendapatan yang tinggi. Niat bukan untuk akhirat, alih-alih menuntut ilmu malah menuntut nilai. Bukankah Allah Maha Melihat proses pembelajaran yang dilalui? Dengan menerapkan keyakinan beriman kepada Allah, ketika nilai yang didapatkan tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka akan senantiasa tawakal. Jika sudah belajar dengan penuh kesungguhan, mengikuti cara-cara yang baik dalam proses pembelajarannya seperti berusaha dalam menyelesaikan tugas tanpa meng-copy tugas teman, Allah Maha Tahu segala. Memang sebagai manusia, sering melakukan khilaf dan salah, tidak mudah menerima sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan. Kembali lagi kepada awal ilmu, perbaiki niat bahwa semata karena Allah, untuk akhirat, untuk kebangkitan Islam. Kelak ketika masa hisab datang, tidaklah dipertanyakan IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) berapa melainkan mempertanggungjawabkan segala kecurangan yang dilakukan. Karena mata, telinga, tangan, dan semua anggota tubuh akan menyampaikan tiap perbuatan selama di dunia.

Al-Hasan Al-Bashry rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa mengungguli manusia dalam ilmu, maka dia lebih pantas untuk mengungguli mereka dalam amal”. Hal ini menjelaskan bahwa semakin banyak ilmu yang dimiliki oleh seseorang maka semakin banyak amal yang dilakukan. Senada dengan Al-Hasan Bashry rahimahullah, Al-Imam Sufyan bun Uyainah rahimahullah berkata bahwa manusia yang paling bodoh adalah siapa yang meninggalkan apa yang dia ketahui, manusia yang paling berilmu adalah siapa yang mengamalkan apa yang dia ketahui dan manusia yang paling utama adalah siapa yang paling takut kepada Allah Azza Wajalla. Dari keduanya, dapat disimpulkan bahwa manusia yang paling berilmu adalah yang mengamalkan ilmunya. Pada suatu training, pemateri menyampaikan bahwa terdapat suatu aturan yang disebut Rules 72. Yaitu jika sesuatu tidak diulang dalam 72 jam ke depan maka dipastikan seseorang akan lupa dengan apa yang telah dipelajarinya. Dari pengalaman mengajar, sangat sering mahasiswa tidak mengulang materi yang telah diberikan jika tidak diikuti dengan tugas. Di beberapa pertemuan perkuliahan, sebuah pertanyaan sering dilontarkan pada awal sesi, “Kapan terakhir Anda mengulang atau membaca materi minggu lalu?”. Dapat ditebak jawaban mahasiswa adalah minggu lalu pada saat di kelas. Mengamalkan suatu materi yang telah diajarkan dapat berupa mengerjakan latihan-latihan soal baik yang dibagikan oleh dosen maupun dari berbagai referensi, jika mata kuliah hitungan seperti Kalkulus. Sesuai dengan pepatah, ala bisa karena biasa. Semakin sering mengamalkan, semakin terasah kemampuan berhitungnya, semakin faham penerapan suatu rumus. Selain hitungan, mahasiswa harus mampu memahami dasar teori suatu mata kuliah seperti Fisika Dasar. Sebelum menyelesaikan soal hitungan, dibutuhkan kemampuan analisis yang terkadang lebih rumit daripada rumus Fisika itu sendiri. Dengan mengamalkannya melalui pengulangan materi secara mandiri maupun bersama-sama di luar kelas akan membuktikan bahwa ia adalah seorang yang berilmu, memahami suatu ilmu.

Dikisahkan oleh seorang ulama besar, asy-Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbadhafizhahullah tentang akhlak al-Mujaddid al-‘Allamah asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, di masjid Universitas Islam di Madinah pada malam Jumat, 6 Safar 1420 H. Beliau asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz memiliki cita-cita yang tinggi, rajin, dan bersemangat dalam menuntut ilmu. Beberapa hal yang dapat dicontoh dari asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz adalah kesabaran dan kesungguh-sungguhan dalam menuntut ilmu, mengamalkan ilmu, khasyah (rasa takut) dan ibadah, ketegaran dan keberanian dalam berdakwah, ketawadhuan dan kepedulian, dan yang terakhir adalah kasih sayang terhadap umat. Ketika usia 16 tahun, beliau mengalami sakit yang mengakibatkan penglihatannya semakin lemah dan tidak mampu melihat pada usia 20 tahun. Namun, Allah Subhanahu wata’ala mengaruniai beliau dengan iman dalam hati sehingga beliau tumbuh di atas ilmu, keutamaan, dan kesungguhan dalam mencari ilmu.

Ketika setiap hasil akhir dari suatu mata kuliah tidak seperti yang ditargetkan, maka senantiasa bersabar. Hal yang menurut pandangan manusia buruk atau jelek, tetapi tidak demikian di sisi Allah. Boleh jadi Allah menegur kita bahwa pada semester itu kita tidaklah benar-benar memanfaatkan waktu untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, mendengarkan yang dijelaskan oleh para dosen. Memperbaiki nilai dengan mengulang pada semester berikutnya bukanlah perkara memalukan selama niatnya karena Allah semata, untuk beribadah. Terkadang kita perlu berada di bawah, merasakan kondisi tidak menyenangkan, agar ketika masa susah itu terlewati kita dapat menghargai masa senang yang didapatkan. Tentunya ikhtiar senantiasa dilakukan, mengikuti tiap proses pembelajaran dengan cara-cara yang ma’ruf, menghindari kecurangan, karena hasil akhir merupakan akumulasi (kumulatif) dari yang telah diusahakan sejak awal semester.

Ilmu terdiri dari tiga tahapan: (1) jika seseorang memasuki tahapan pertama, dia akan sombong: (2) jika dia memasuki tahap kedua, dia akan tawadhu (rendah hati); (3) jika dia memasuki tahapan ketiga, dia akan merasa dirinya tidak ada apa-apanya (Umar bin Khattab). Tentang keutamaan tawadhu, sebuah hadits menjelaskan, “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta, tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain melainkan Allah akan menambah kemuliaannya, dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah melainkan Allah akan mengangkat derajatnya” (HR. Muslim, no. 2588). Ada kalanya timbul rasa sombong tatkala kita memahami suatu materi yang dijelaskan dosen, dan dijadikan rujukan oleh teman-teman kelas dalam belajar. Namun, janganlah lupa bahwa sedikit kemampuan yang didapatkan tersebut adalah karena Allah yang Maha Baik. Dengan mudah semua kepintaran yang dimiliki dapat sirna atas izin Allah. Belajar dari padi, semakin berisi semakin merunduk. Alangkah beruntungnya jika kita mampu memasuki tahap ketiga yaitu merasa diri ini tidak ada apa-apanya jika bukan karena segala rizki dan hidayah dari Allah.

Berkata Al-Hasan al-Bashry rahimahullah, “Barangsiapa yang menuntut ilmu dalam rangka ingin mendapatkan keutamaan yang ada di sisi Allah, maka itu jauh lebih berharga dibanding dunia yang matahari senantiasa menyinarinya”. Innamaa a’maalu binniyaati, sesungguhnya tiap amal perbuatan itu tergantung kepada niatnya. Berangkat dari rumah, tinggal berjauhan dari orangtua dan keluarga, ingin menuntut ilmu di perguruan tinggi, semoga tidak menjadi sia-sia karena tidak disertai akhlak menuntut ilmu. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, awal ilmu salah satunya adalah niat. Masih ada waktu untuk memperbaiki, niatkan karena Allah, untuk beribadah, untuk dipergunakan bagi kemaslahatan umat. Diseimbangkan antara menuntut ilmu agama dan dunia demi keselamatan akhirat. Dalam perjalanan perkuliahan terkadang kita tersesat. Senantiasa berdoa mohon kepada Allah agar kita tetap kuat. Aamiin

Penulis

Suci Miranda, S.T., M.Sc.

Dosen Jurusan Teknik Industri

 

Seorang Capster (Pemotong Rambut) saat berbincang dengan pelanggannya, memberikan pernyataan bahwa Tuhan itu tidak ada. Lalu pelanggan tersebut bertanya kepada Capster tersebut, kenapa bisa begitu? Capster tersebut menjawab, karena di luar sana masih banyak terjadi kekacauan, pencurian , perampokan, orang kelaparan dan lain sebagainya. Pelanggan tersebut ingin menjawab, namun mencari jawaban yang tepat. Setelah selesai potong rambut, saat keluar dari barber shop, dia melihat sosok laki-laki berambut panjang yang sedang mendengarkan musik di telinganya. Laki-laki tersebut diajak masuk ke barber shop dan dipertemukan dengan Capster. Lalu si pelanggan mengatakan bahwa tidak ada Capster di dunia ini. Sang Capster  sedikit bingung dengan pernyataan pelanggannya. Capster menjawab, yang salah laki-laki berambut panjang tersebut, mengapa dia tidak mau datang ke barber shop untuk minta tolong dipotong rambutnya. Pelanggan tersebut menjawab, itulah yang terjadi saat ini, manusia yang tidak mau datang ke Tuhannya, sehingga banyak terjadi kekacauan, pencurian, perampokan, orang kelaparan, dan lain sebagainya. Seandainya manusia selalu datang ke Tuhannya, maka keburukan tersebut tidak akan terjadi.

Kisah di atas bercerita tentang seseorang yang tidak percaya akan adanya Tuhan, disebabkan masih banyak terjadi keburukan. Namun kenyataannya adalah manusia sendiri tidak kembali ke Tuhannya, sehingga jauh dari petunjuk Tuhannya sehingga dengan mudah melakukan hal-hal yang buruk. Tidak bisa membedakan mana yang hak dan yang batil. Perlu diketahui bahwa kita hidup di dunia ini sudah takdirnya Alloh, dimana sudah tertuliskan di Kitab Lauhul Mahfudz. Kapan dan dimana kita dilahirkan dan meninggal, siapa jodohnya, dan seberapa besar rezekinya selama hidup, semua sudah tertuliskan di Kitab-Nya Alloh. Mengimani takdir adalah salah satu  rukun islam. Namun Alloh memberikan kesempatan kepada manusia untuk berusaha atau ikhtiar agar dapat mendapatkan hasil yang terbaik.

Itu yang dinamakan Peluang. Peluang untuk mendapatkan hasil yang terbaik dengan cara berusaha semaksimal mungkin. Manusia tidak akan tahu takdirnya sebelum peristiwa itu terjadi. Sebelum peristiwa terjadi, maka manusia harus berusaha semaksimal mungkin. Misal mahasiswa yang ingin mendapatkan nilai A. Kriteria untuk mendapatkan nilai A dapat diketahui sebelumnya, dengan mencapai nilai bobot UTS 30%, UAS 30%, dan Tugas 40%. Maka mahasiswa tersebut akan semaksimal mungkin untuk mendapatkan nilai ujian sempurna dan mengerjakan tugas sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Selama satu semester sebisa mungkin untuk selalu hadir di kelas dan mendengarkan apa yang disampaiakan oleh dosen. Setelah semua komponen dilakukan secara maksimal, maka Peluang untuk mendapatkan nilai A terpenuhi.

Namun apa yang terjadi jika Alloh berkehendak lain. Contoh saat dosen akan memberikan nilai A karena semua komponen memenuhi syarat, saat akan mengumpulkan nilai di akademik, tanpa disengaja dosen menuliskan huruf C, dikarenakan dosen tersebut salah membaca nama atau nomor induk mahasiswa tersebut. Itu hak-Nya Alloh semata bila hal tersebut bisa terjadi. Jadi, takdir nilai mahasiswa tersebut adalah C. Jika mahasiswa tersebut menerima takdirnya dengan ikhlas, maka nilainya tetap C. Sebenernya mahasiswa tersebut masih ada Peluang untuk memperbaiki nilai tersebut, dengan menanyakan kepada dosen pengampu atau mengikuti ujian perbaikan. Dengan memaksimalkan usaha atau ikhtiar, mahasiswa tersebut sudah melakukan sesuai dengan prosedurnya, dan hasil akhir adalah kewenangan Alloh.

            “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka. (QS 13:11).

Ayat tersebut mengindikasikan bahwa kita ada pilihan untuk dapat merubah nasib kita sendiri. Sekali lagi adanya Peluang untuk dapat merubah nasib kita sendiri. Pilihannya adalah apakah kita mau hidup sengsara atau bahagia. Jika pilihannya adalah hidup sengsara, tidak perlu melakukan apa-apa, tidak perlu melakukan aktivitas apapun, bermain judi, menghambur-hamburkan uang, dan lain sebagainya. Begitupula sebaliknya, jika ingin merubah nasib lebih baik, maka kita harus bekerja, berusaha yang terbaik, dan yang paling penting adalah datang ke Alloh untuk selalu mendapatkan ridho-Nya.

Manusia yang sedang mendapatkan ujian dari Alloh itu bukan berarti Alloh benci dengan hamba-Nya, namun dengan ujian akan membedakan siapa yang beriman dan yang tidak beriman. Bagi yang beriman, dengan mendapatkan ujian, akan lebih menguatkan iman orang tersebut, karena disitulah kesabaran orang yang beriman akan diuji.

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS 2:153).

Dengan kesabaran itulah menjadi penolong bagi yang beriman, sehingga masalah seberat apapun tidak menjadi suatu masalah yang besar, namun akan menguatkan keimanan. Maka dari itu, dengan semakin banyak masalah di kehidupan ini, maka akan membentuk kedewasaan seseorang, bukan sebaliknya yang akan menjadikan suatu masalah adalah beban hidup. Belum lama juga terjadi seseorang yang tidak kuat menghadapi masalah hingga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

Terjadinya keburukan di dunia ini, bukan berarti Tuhan tidak ada, namun yang diinginkan Alloh adalah adanya keburukan, maka diharapkan kebaikan akan muncul pula. Seandainya banyak manusia di dunia ini yang kelaparan, maka diharapkan ada manusia lain yang merasa prihatin dan tergerak hatinya untuk membantu manusia yang kelaparan tersebut. Dengan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Peluang manusia untuk melakukan kebaikan cukup besar. Memaksimalkan usaha dan disertai dengan doa berharap kepada Tuhan yaitu Alloh agar mendapatkan ridho-Nya.

Penulis

Chancard Basumerda, S.T., M.Sc.

Dosen Jurusan Teknik Industri

Ilmu ekonomi adalah cabang ilmu yang mempelajari bagaimana manusia atau masyarakat menggunakan sumber daya yang terbatas dalam rangka memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas dalam bentuk konsumsi produk dan jasa baik saat ini maupun dimasa mendatang (future consumption). Ekonomi teknik atau ekonomika teknik adalah mata kuliah yang mempelajari pengambilan keputusan dengan menggunakan teknik-teknik dalam ilmu ekonomi untuk menilai alternatif-alternatif dalam dunia rekayasa (engineering). Dalam ekonomika teknik, seorang pengambil keputusan perlu mengembangkan beberapa pilihan dengan memperhatikan optimasi efektifitas biaya yang timbul dari pilihan tersebut. Teknik-teknik yang dimaksud adalah:

  1. Net Present Value (NPV), yaitu estimasi neto nilai arus kas selama umur proyek/ umur ekonomis yang dikonversi ke nilai sekarang.
  2. Payback Period, yaitu periode yang dibutuhkan untuk mengembalikan seluruh nilai investasi .
  3. Return on Investment (ROI) atau dalam istilah lain juga dikenal sebagai Rate of Return (ROR), yaitu indikator pengukuran kinerja investasi. ROI adalah rasio yang membandingkan pendapatan dari investasi terhadap nilai investasi itu sendiri.
  4. Internal Rate of Return (IRR) atau sering juga disebut sebagai Economic Rate of Return (ERR), yaitu nilai diskonto (i) ketika NPV bernilai nol.
  5. Benefit Cost Rasio (B/C Ratio), yaitu rasio yang membandingkan nilai manfaat dengan biaya yang dikeluarkan.

Teknik penilaian di atas, memandang interest (i) sebagai variabel yang memegang peran penting dalam mempertimbangkan alternatif-alternatif keputusan. Interest atau bunga dalam bahasa Indonesia, terlahir melalui konsep nilai waktu dari uang atau Time Value of Money (TVM). Uang sering kali didefinisikan sebagai sesuatu yang disepakati oleh masyarakat sebagai alat tukar menggantikan sistem barter yang lebih dahulu dikenal sebelumnya. Konsep TVM memandang bahwa nilai uang merupakan fungsi dari waktu. Artinya, nilai uang pada saat ini (t) akan lebih berharga daripada nilai uang dimasa mendatang (t+n). Hal tersebut menyebabkan ketika uang digunakan untuk memenuhi sebuah kebutuhan, akan ada kesempatan yang hilang daripada sekedar disimpan. Sebagai tambahan, uang merupakan sumber daya yang terbatas, maka pemilik uang harus berhati-hati dalam menggunakannya. Oleh karena itu, ketika mengalokasikan uangnya untuk keperluan tertentu, seseorang atau sebuah organisasi perlu yakin bahwa dimasa mendatang dirinya akan mendapatkan uang dengan nilai yang lebih besar dari sekarang. Dari pemahaman tersebut maka lahirlah adagium bahwa bunga (i) merupakan harga dari uang. Inilah yang menjadi argumen rasional dari berlakunya bunga di tingkat strategis, operasional dan taktis pada sistem perekonomian global.

Bagaimana pandangan Islam mengenai TMV? Sebagian pihak yang membolehkan bunga dalam skema investasi bersandar pada dalil-dalil mengenai hutang dan kemalangan ketika hutang tidak dibayar/ terbayar saat manusia meninggal dunia.

  1. “Terbunuh di jalan Allah menghapuskan seluruhnya kecuali hutang” HR Muslim.
  2. “Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam didatangkan kepada beliau jenazah, maka beliau berkata, “Apakah dia memiliki hutang?”. Mereka mengatakan, “Tidak”. Maka Nabipun menyolatkannya. Lalu didatangkan janazah yang lain, maka Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berkata, “Apakah ia memiliki hutang?”, mereka mengatakan, “Iya”, Nabi berkata, “Sholatkanlah saudara kalian”. Abu Qotadah berkata, “Aku yang menanggung hutangnya wahai Rasulullah”. Maka Nabipun menyolatkannya” HR Bukhari

Hadits-hadits tersebut mengimplikasikan adanya berharganya nilai uang saat ini (jika hutang berbentuk uang). Singkatnya, hal itulah yang membuktikan adanya konsep TMV dalam Islam. Namun, argumen ini memiliki kelemahan yaitu kenyataan bahwa hutang berbeda dengan investasi. Investasi merupakan penyertaan modal dalam sebuah usaha bersama. Investor akan mendapatkan sebagian/ seluruh keuntungan ketika usaha tersebut berhasil dan akan menanggung sebagian/ seluruh kerugian ketika usaha tersebut gagal. Sedangkan hutang adalah sejumlah uang atau barang yang harus dikembalikan dengan jumlah yang sama dalam waktu yang telah ditentukan sebelumnya.

Selain itu, Allah telah jelas melarang praktik muamalah apapun yang mengandung unsur riba. “Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.

Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah [2]: 275).

Apabila dipandang dan dipahami bahwa bunga (i) adalah bentuk tambahan dari kegiatan investasi yang harus didapatkan seorang investor, maka interest merupakan salah satu bentuk riba.

Dalam ekonomika dikenal juga sebuah konsep tentang inflasi. Inflasi adalah kondisi dimana harga barang/ jasa mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. Suatu saat di Madinah terjadi kenaikan harga yang meresahkan, sahabat meminta Rasulullah SAW untuk menetapkan harga. Kemudian Rasulullah SAW bersabda:

”Sesungguhnya Allahlah yang menentukan harga, yang menahan dan melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak aku menemui Allah dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntutku tentang kezaliman dalam darah maupun harta.” HR Abu Daud & Tirmidzi.

Dengan demikian, Islam juga mengakui adanya TMV yang secara alamiah terjadi akibat inflasi, sesuatu yang juga terjadi dimasa Rasulullah SAW.

Dengan demikian, interest pada ekonomika teknik dalam perspektif Islam tidak boleh dipandang sebagai tambahan nilai yang harus didapatkan ketika membuat keputusan investasi. Karena hal itu menjadikan keputusan investasi menjadi ribawi. Interest harus dipandang sebagai besaran yang perlu diwaspadai karena ancaman inflasi yang akan menurunkan nilai investasi yang dilakukan.

Wallahu a’lam bishowab

 

Penulis

Joko Sulistio, S.T., M.Sc., M.T

Dosen Jurusan Teknik Industri

Islam merupakan agama yang telah disempurnakan oleh Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al Maa-idah Ayat 3 yang artinya “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maa-idah: 3]. Islam sebagai agama yang sempurna telah mencangkup segala aspek kehidupan manusia, sebagai pedoman hidup manusia agar dapat memperoleh kebahagian dunia dan akhierat. Salah satu aspek yang diatur dalam Islam adalah yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi. Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti sandang, pangan, dan papan. Salah satu kegiatan ekonomi yang sering dilakukan oleh manusia adalah kegiatan jual beli.

Allah SWT telah menghalalkan praktek jual beli yang sesuai dengan ketentuan dan syari’atNya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 275 yang artinya:” …Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan  riba…(Q.S. al-Baqarah: 275). Rasullullah SAW bersabda: Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim). Maka berdasarkan hadits ini, jual beli merupakan aktivitas yang disyariatkan. Namun disisi lain, Rasullullah SAW juga bersabda “Sesungguhnya para pedagang itu adalah kaum yang fajir (suka berbuat maksiat), para sahabat heran dan bertanya, “Bukankah Allah telah menghalalkan praktek jual beli, wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Benar, namun para pedagang itu tatkala menjajakan barang dagangannya, mereka bercerita tentang dagangannya kemudian berdusta, mereka bersumpah palsu dan melakukan perbuatan-perbuatan keji.” (Musnad Imam Ahmad 31/110, dinukil dari Maktabah Asy Syamilah. Oleh karena itu seseorang muslim yang melaksanakan transaksi jual beli, sebaiknya mengetahui syarat-syarat praktek jual beli berdasarkan ketentuan Al Qur’an dan Hadits, agar dapat melaksanakannya sesuai dengan syari’at sehingga tidak terjerumus kedalam tindakan-tindakan yang dilarang dan diharamkan.
Syarat-syarat praktek jual beli yang sesuai dengan syariat Islam yaitu:

  1. Transaksi jual beli dilakukan dengan Ridha dan sukarela

Transaksi jual beli yang dilakukan oleh kedua belah pihak, hendaknya dilaksanakan berdasarkan kebutuhan, dan dilakukan dengan ridha dan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak manapun, sehingga salah satu pihak (baik penjual maupun pembeli) tidak ada yang dirugikan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat An-Nisaa ayat 29 yang artinya : ““… janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara kalian…” (Q.S. An-Nisaa: 29). Berdasarkan ayat ini juga, maka diketahui bahwa transaksi jual beli harus dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten yaitu orang-orang yang paham mengenai jual beli, dan mampu menghitung atau mengatur uang. Sehingga tidak sah transaksi jual beli yang dilakukan oleh orang gila dan anak kecil yang tidak pandai atau tidak mengetahui masalah jual beli.

  1. Objek jual beli bukan milik orang lain

Objek jual beli merupakan hak milik penuh salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli. Seseorang bisa menjual barang yang bukan miliknya apabila telah mendapatkan ijin dari pemilik barang. Rasullullah SAW bersabda: Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Abu Dawud)

  1. Transaksi jual beli dilakukan secara jujur

Transaksi jual beli hendaknya dilakukan dengan jujur. Rasullulah SAW bersabda: “Barang siapa yang berlaku curang terhadap kami, maka ia bukan dari golongan kami. Perbuatan makar dan tipu daya tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban).
Salah satu contoh transaksi jual beli yang jujur adalah dengan cara penjual menyempurnakan takaran. Hal ini dapat diketahui dalam Allah berfirman asy Syu’araa ayat 181-183 yang artinya adalah ”Sempurnakanlah takaran jangan kamu termasuk orang-orang yang merugi, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus, dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”(Q.S. Asy Syu’araa: 181-183). Allah SWT juga berfirman dalam surat Al Muthaffifiin ayat 1-6 yang artinya: ”Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang ini menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan di bangkitkan, pada suatu hari yang besar (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam ini” (Q. S. Al Muthaffifiin; 1-6). Transaksi jual beli juga dikatakan dilakukan dengan jujur apabila seorang penjual menjelaskan dengan jujur kondisi barang yang dijualnya kepada pembeli. Penjual akan memberitahukan kepada pembeli apabila terdapat cacat pada barang yang dia jual. Hal ini sesuai dengan sabda Rasullullah SAW yang artinya: Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Tidak halal bagi seorang muslim menjual barang dagangan yang memiliki cacat kepada saudaranya sesama muslim, melainkan ia harus menjelaskan cacat itu kepadanya” (HR. Ibnu Majah)

  1. Transaksi jual beli barang yang halal

Transaksi jual beli yang dilakukan haruslah barang atau jasa yang halal dan atau tidak di larang oleh syariat Islam, seperti jual beli narkoba, dan minuman keras. Rasullullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah jika mengharamkan atas suatu kaum memakan sesuatu, maka diharamkan pula hasil penjualannya” (HR Abu Daud dan Ahmad).

  1. Objek jual beli dapat diserahterimakan

Barang yang menjadi objek jual beli, haruslah barang yang dapat diserah terimakan segera dari penjual kepada pembeli. Rasullullah bersabda: Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim). Sehingga tidak sah menjual burung yang terbang di udara, hasil sawah yang belum dipanen, dan lain-lain. Transaksi yang mengandung objek jual beli seperti ini diharamkan karena mengandung spekulasi atau judi. Allah SWT berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 219 dan Surat Al Maidah ayat 90-91 yang artinya “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi, katakanlah bahwa pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” (Al-Baqarah: 219). Hai orang–orang yang beriman sesungguhnya arak, judi, berhala dan mengundi nasib adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian dengan khamr dan judi, menghalangi kalian dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Al Maidah: 90-91)

Sedangkan jual beli yang dilarang menurut syari’at Islam adalah:

  1. Transaksi jual beli yang menjauhkan dari ibadah

Transaksi jual beli yang dilakukan, hendaklah tidak melupakan kewajiban manusia untuk menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Surat Al Jumuah ayat 9-10 yang artinya” “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS Al Jumuah : 9-10). Allah SWT juga berfirman dalam Surat Annur ayat 37 yang artinya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.

  1. Transaksi jual beli barang yang haram

Transaksi jual beli yang dilarang menurut syari’at Islam adalah jual beli barang yang diharamkan seperti jual beli minuman keras, narkoba, barang hasil pencurian dan lain-lain. Karena hal ini juga berarti ikut serta melakukan dan menyebarluaskan keharaman di muka bumi. Rasullullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah jika mengharamkan atas suatukaum memakan sesuatu, maka diharamkan pula hasil penjualannya” (HR Abu Daud dan Ahmad)

  1. Transaksi jual beli harta riba

“Rasulullah SAW melaknat orang yang makan riba, yang memberi makannya, penulisnya dan dua saksinya, dan beliau bersabda : “Mereka itu sama”. (HR. Muslim). Dalam hadits tersebut dapat kita ketahui bahwa Islam melarang transaksi jual beli harta riba.

  1. Transaksi jual beli hasaath

Rasulullah SAW bersabda: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli hashaath (jual beli dengan menggunakan kerikil yang dilemparkan untuk menentukan barang yang akan dijual) dan jual beli gharar.” (HR. Muslim). Transaksi jual beli hasaath  dilarang karena jual beli dengan kerikil yang dilempar untuk menentukan barang. Membuat pembeli tidak bisa memilih, memilah barang yang sesuai keinginan dan sesuai kualitas barangnya. Sehingga ada salah satu pihak (pembeli) yang dirugikan dalam transaksi jual beli ini. Itulah mengapa jual beli hasaath tidak diharamkan dalam Islam.

 

Pnulis:
Wahyudhi Sutrisni, ST., MM.
Dosen Prodi Teknik Industri

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah, al Malik, Al Haqq, Al Mubin yang memberikan kita iman dan keyakinan akan islam, sehingga kita masih istiqomah menjalankan sunnahNya, Teriring sholawat serta salam kita haturkan kepada Nabid dan Rosul termulia, beserta sahabat dan keluarganya, serta kepada para pengukutnya yang setia samapai akhir zaman.

Dalam menjalani kehidupan selalu ada hal yang membuat kita bahagia dan ada hal yang membuat kita sedih, di setiap penyakit pasti ada obatnya (QS. Al-Isra`: 82), dalam setiap masalah pasti ada solusinya, dalam berputarnya bumi pada porosnya menhasilkan siang dan malam, dan dalam berputarnya bumi mengeliling matahari juga pasti ada maknanya. Semua ini di ciptakan Allah Azza Wajalla tentu untuk mejaga keseimbangan.

Allah telah mengisyaratkan agar kita hidup seimbang, sebagaimana Allah telah menjadikan alam beserta isinya berada dalam sebuah keseimbangan (Qs. Al-Mulk: 3). Adanya musibah yang membuat manusia bersedih, sehingga manusia bisa belajar dari kesedihanya, membuat manusia bisa lebih bersabar dan bangkit dari kesedihanya dengan bertawakal. Adanya kenikmatan yang membuat manusia bergembira, sehingga manusia bisa belajar dari kegembiraanya, membuat manusia bisa lebih bersyukur. Allah menjadikan siang dengan maksud agar manusia berusaha dan mencari kehidupan (QS. An-Naba’:11), dan Allah menjadikan malam agar manusia bisa beristirahat (QS. Al Mu’minun:61). Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan (QS. Ar-Ruum:23).Dan itu semua di ciptakan Allah dalam keseimbangan.

Imbang, seimbang adalah sebanding; sama berat, derajat, ukuran, dan sebagainya (KBBI: imbang), sehingga kita harus bisa menempatkan kesimbangan ini dalam berbagai lini kehidupan. Keseimbangan (At Tawazun) merupakan salah satu prinsip ajaran Islam. Keseimbangan membuka jalan bagi nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan. Keseimbangan akan melahirkan kebahagiaan yang ditandai dengan adanya ketenteraman dan kesejahteraan yang merata (Qs. An Nahl: 78).  Keseimbangan menebarkan rasa aman, dan membebaskan manusia dari semua bentuk intimidasi dan rasa takut. Keseimbangan menjamin distribusi kekayaan Negara proporsional, memberi peluang bekerja dan berusaha secara merata (Qs. Albaqarah, 143) . Keseimbangan membebaskan, sedang ketimpangan atau ketidakseimbangan membelenggu. Keseimbangan membahagiakan, dan ketidakseimbangan menyengsarakan. Sesuai dengan fitrah Allah,manusia memiliki tiga potensi, yaitu al-jasad (jasmani), al-aql (akal), dan ar-ruh (ruhani). Islam menghendaki ketiga dimensi tersebut berada dalam keadaan tawazun (seimbang) (QS. Ar-Rahmaan:7-9).

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong setiap perusahaan saling bersaing untuk meningkatkan produktivitas dalam memproduksi suatu produk. Perusahaan yang ingin meningkatkan produktivitas memerlukan suatu perencanaan dan pengendalian produksi yang baik, terutama dalam suatu perusahaan yang melibatkan sejumlah besar komponen yang dirakit. Salah satu akibat yang ditimbulkan bila tidak memiliki perencanaan dan pengendalian produksi yang baik adalah ketidakseimbangan pada waktu operasi setiap stasiun kerja. Ketidakseimbangan waktu operasi di setiap stasiun kerja akan mengakibatkan ketidakseimbangan lini produksi, lintasan perakitan menjadi tidak efisien, terjadi penumpukan material atau produk setengah jadi antara stasiun kerja yang tidak seimbang kecepatan produksinya, serta terdapat waktu menganggur di setiap stasiun kerja. Oleh karena itu, proses penyeimbangan lini perlu dilakukan untuk menciptakan keseimbangan dari jalur produksi sehingga proses produksi akan berjalan lancar. Tujuan dari penyeimbangan lini produksi adalah dapat meningkatkan efisiensi produksi. Efisiensi tersebut dapat tercapai dengan menemukan kombinasi pengelompokkan tugas produksi ke dalam beberapa stasiun kerja dengan memperhatikan keseimbangan waktu pada setiap stasiun kerja.

Menurut karakteristik proses produksinya, lini produksi dibagi menjadi lini fabrikasi dan lini perakitan. Kriteria umum keseimbangan lini produksi adalah memaksimalkan efisiensi atau meminimumkan balance delay. Tujuan pokok dari penggunaan metode ini adalah untuk mengurangi atau meminimumkan waktu menganggur (idle time) pada lini yang ditentukan oleh operasi yang paling lambat. Tujuan perencanaan keseimbangan lini adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari stasiun kerja pada suatu lini produksi dapat ditekan seminimum mungkin, sehingga pemanfaatan dari peralatan maupun operator dapat digunakan semaksimal mungkin. Dari analisa ini jika distribusi beban kerja yang tidak seimbang menyebabkan salah satu operator mendapatkan beban kerja yang lebih besar dari yang lain.

Jika di lihat dari kacamata islam, ketidakseimbangan beban kerja mencerminkan ketidakadilan. Islam menempatkan setiap manusia, apa pun jenis profesinya, dalam posisi yang mulia dan terhormat. Islam sangat mencintai umat Muslim yang gigih bekerja untuk kehidupannya (QS. Al-Jumu’ah: 10) . Hasil dari bekerja ada pemberian apresiasi berupa gaji /upah. “Berikanlah gaji kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan beritahukan ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan” (Di riwayatkan Imam Al-Baihaqi). Sebegitu pentingnya masalah upah pekerja ini, Islam memberi pedoman kepada para pihak yang mempekerjakan orang lain bahwa prinsip pemberian upah harus mencakup dua hal, yaitu adil dan mencukupi11. Seorang pekerja berhak menerima upahnya ketika sudah mengerjakan tugas-tugasnya, maka jika terjadi penunggakan gaji pekerja, hal tersebut selain melanggar kontrak kerja juga bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam. Selain ketepatan pengupahan, keadilan juga dilihat dari proporsionalnya tingkat pekerjaan dengan jumlah upah yang diterimanya (http://pengusahamuslim.com/3577-tenaga-kerja-dan-upah-dalam-1823.html). Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”(QS. An-Nahl: 97)

Islam sangat menekankan adanya keseimbangan, dari lini produksi, yang jika tidak seimbang ada salah satu masalah yang timbul yaitu ketidak seimbangan beban kerja, sehingga operator yang mendapatkan beban kerja lebih mengalami “ketidak adilan”, antara beban kerja berbeda dan upah yang diterima. Allah menciptakan waktu siang untuk bekerja dan waktu malam untuk bersitirahat, sehingga keseimbangan waktu bekerja dan bersitirahat perlu di perhatikan, “sesungguhnya tubuhmu punya hak atas dirimu. Kedua matamu memiliki hak atas dirimu”(HR. Bukhari dan Muslim). Namun dalam hal dunia dan akhirat islam mempunyai penilain tersendiri dalam keseimbangan. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS.Al Qashash : 7), Allah memerintahkan kita agar memanfaatkan nikmat dunia yang Allah berikan, untuk meraih kemuliaan akherat. Jika di lihat dari firman Allah tersebut keseimbangan dunia akhirat tidak bisa di samakan ketika kita sedang berbuat di dunia. “Aku tidaklah ciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka beribadah hanya kepada-Ku“(QS. Adz-Dzariyat: 56) Ayat ini menunjukkan bahwa ibadah adalah tujuan utama kita diciptakan. Sehingga akhirat sebagai tujuan akhir dari perjalanan umat manusia memiliki porsi lebih besar “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia, juga kebaikan di akhirat. Dan peliharalah kami dari siksa neraka“(QS. Albaqoroh: 201) di ayat ini ada 1 permintaan untuk dunia dan 2 permintaan untuk kehiduap akhirat Inilah isyarat, bahwa kita harus lebih memikirkan kehidupan akherat, wallohu a’lam.

Penulis.
Muchamad Sugarindra, ST. MT.

Dosen Prodi Teknik Industri