, ,

Halal Traveling, Pentingkah?

Indonesia sebagai negara Muslim terbesar yang mewakili 13% dari populasi Muslim global, adalah bagian integral dan sentral dari ekonomi Muslim yang semakin besar di seluruh dunia. Saat ini Indonesia menempati posisi pertama 10 besar negara yang mengkonsumsi makanan halal di dunia. Dalam satu dekade ke belakang, berwisata ke luar negeri telah menjadi sebuah lifestyle, terutama bagi kaum muda Indonesia. Mudahnya akses dan ketersediaan low-cost carrier maupun B&B yang on-budget menambah kemudahan bagi para kaum muda ini untuk dapat bepergian ke luar negeri. Namun demikian, banyak negara yang menjadi tujuan wisata adalah negara non-muslim, sehingga ketersediaan makanan halal maupun tempat ibadah menjadi permasalahan bagi sebagian orang.

Di beberapa negara dengan yang sering dikunjungi wisatawan muslim, perkembangan terus dilakukan dengan adanya pembangunan atau penyediaan tempat ibadah, yang biasanya digawangi oleh masyarakat muslim di negara tersebut. Demikian pula dengan bertambahnya restoran halal di tempat-tempat wisata. Sayangnya, masih banyak dari masyarakat muslim kita yang belum menyadari makna dari makanan halal tersebut. Lahir di negara muslim dengan 87% penduduknya muslim, membuat sebagian dari masyarakat kita menganggap bahwa seluruh daging selain babi yang dijual merupakan daging halal. Dengan anggapan yang sama, saat melancong ke luar negeri, mereka sering menggunakan kaca mata orang Indonesia. Padahal, sebagai negara non-muslim, sangat jelas bahwa daging yang dijual di supermarket maupun di restoran tanpa label halal, adalah tidak halal/haram.

Sebagai umat Islam, mengkonsumsi makanan halal dan baik (thayib) adalah perintah Allah yang harus dilaksanakan. Hal ini diperintahkan oleh Allah dalam Surat Al-Maidah: 88

وَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْٓ اَنْتُمْ بِهٖ مُؤْمِنُوْنَ

Dan makanlah makanan yang halal dan baik (thayib) dari apa yang telah dikaruniakan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah dan beriman kepada-Nya.

Dengan demikian, mengkonsumsi makanan halal berdasarkan iman dan taqwa karena mengikuti perintah Allah adalah ibadah yang membawa pahala dan memberi kebaikan dunia dan akhirat. Perintah untuk mengkonsumsi makanan halal juga tertuang dalam Surat Al Baqarah: 168.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَٰلًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

Adapun pembahasan mengenai halal dan haramnya makanan yang kita konsumsi, secara gamblang juga telah ditegaskan bahwa makanan dan minuman yang dilarang adalah: bangkai; darah; babi; hewan yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; dan khamr atau minuman yang memabukkan, sebagaimana dituliskan dalam Surat Al-Maidah: 3.

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Banyak wisatawan Indonesia yang masih berpikir bahwa makanan non-halal hanya sebatas babi dan alcohol (minuman). Sayangnya, anggapan yang menggampangkan tersebut salah dan harus dikoreksi. Sedangkan di dalam Qur’an telah disebutkan juga bahwa daging yang tidak disembelih dengan menyebut nama Allah adalah masuk kategori haram. Demikian pula dengan makanan yang merupakan hasil turunan zat-zat haram tersebut. Misalnya shortening, gelatin, mirin, shoyu dengan kandungan alcohol, emulsifier, rum, dan lain sebagainya. Tentu saja, sebagai muslim, saat merencanakan perjalanan juga harus mempertimbangkan akan makan apa dan dimana untuk menjamin makanan yang dikonsumsi adalah halal. Apabila mau sedikit meluangkan waktu, kita bisa merencanakan itinerary dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut. Sayangnya, banyak juga yang mengganggap bahwa mencari makanan halal, namun tidak khas negara tujuan itu tidak sesuai dengan tujuan wisata itu sendiri, terutama yang bertujuan untuk wisata kuliner. Hal-hal tersebut sebenarnya sudah mulai dipikirkan oleh negara tujuan, misalnya Korea dan Jepang yang sudah mulai memperbanyak restoran halal, memberikan ijin untuk pengembangan tempat ibadah (yang harus sesuai dengan aturan bermasyarakat disana), dan membuat halal map yang dapat dipergunakan sebagai acuan dalam pembuatan itinerary.

Bagaimana kita dapat menjamin bahwa makanan yang kita konsumsi saat berwisata ke negara dengan jumlah muslim minoritas itu halal? Seperti halnya di Indonesia, di luar negeri pun terdapat Lembaga yang bertugas mengeluarkan label halal sesuai dengan syariat Islam. Dengan demikian, sebagai muslim kita dapat mencari makanan yang diberi label halal pada kemasannya atau pergi ke restoran yang telah mendapatkan sertifikasi halal dari Lembaga yang ada di negara tersebut. Untuk memudahkan pencarian, sebaiknya saat membuat itinerary juga mencari lokasi restoran halal yang ada di daerah wisata tujuan. Beberapa negara bahkan telah membuat aplikasi untuk mencari restoran halal. Selain itu, pergunakan gadget yang kita miliki seperti google translate untuk membantu menterjemahkan tulisan selain alphabet saat melakukan pengecekan bahan makanan yang dijual. Bagi yang berwisata dengan budget terbatas, membawa bekal makanan instant dari Indonesia juga merupakan opsi yang bisa dipilih. Namun perlu diperhatikan pula untuk alat masak yang disediakan pihak B&B atau sharehouse sangat mungkin terdapat kontaminasi makanan non-halal.

Semoga kita dapat lebih berhati-hati dalam memilih makanan dan minuman yang dikonsumsi, terutama saat bepergian ke luar negeri. Mengkonsumsi makanan yang halal dapat membantu kita untuk senantiasa menjaga hati dan akal sehat, serta mendapatkan Ridha Allah SWT. Dengan mengkonsumsi makanan yang halal dan baik, Insya Allah kita akan selalu siap beramal-shalih.

 

 

Penulis

Meilinda F.N. Maghfiroh

Dosen Jurusan Teknik Industri