Kita semua pasti kalut saat menghadapi dua pilihan untuk memprioritaskan peluncuran produk baru yang telah melalui banyak riset atau mengumpulkan dana dan menundanya karena khawatir target waktu tidak akan tercapai. Atau mungkin sedang memikirkan keinginan pelanggan yang tak tahu cara mendeskripsikan apa sejatinya mereka inginkan? Mengenalkan model Kano sepertinya menjadi saran yang tepat pada situasi ini. Kano model atau Analisis Kano adalah sebuah teori untuk mengembangkan produk dan meningkatkan kepuasan pelanggan.

Let me brew you up a hot cup of this fascinating model 

Apa Itu Kano Model?

Noriaki Kano seorang profesor dari Tokyo University of Science mengenalkan model ini pertama kali pada tahun 1984. Model Kano berguna dalam memberikan bantuan yang berharga saat mengalami trade-off dalam tahap pengembangan produk dan jasa. Jika tidak dapat memenuhi persyaratan produk secara bersamaan karena alasan teknis atau keuangan, mengidentifikasi kriteria dapat dilakukan dengan mengetahui pengaruh terbesar terhadap kepuasan pelanggan. Kualitas produk atau jasa akan melahirkan kepuasan pelanggan, sedangkan berbagai aspek yang berkesinambungan dengan produk atau servisnya, seperti pembelian, penggunaan, hingga maitenance produk akan mempengaruhi user experience.

Apa Fungsi dari Kano Model?

  • Mengetahui lima kategori umum tentang kebutuhan pelanggan akan produk dan jasa. Tujuannya untuk meningkatkan dan memperhatikan agar tetap berada pada kompetisi pasar.
  • Memperlihatkan setiap lima kategori umum yang akan mempengaruhi kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan
  • Memperlihatkan bagaimana dua kategori dapat meningkatkan atau menurunkan nilai dan satu kategori yang dapat menumbuhkan nilai baru 
  • Membantu perusahaan mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan melebihi yang pelanggan ketahui.
  • Membantu perusahaan untuk mengetahui dan mengklasifikasi kebutuhan pelanggan potensial atau penambahan fitur  dalam pengembangan produk.

Bagaimana Cara Penggunaan Kano Model?

Model Kano mendorong profesional CX untuk mempertimbangkan bagaimana produk dan layanan perusahaan mereka berhubungan dengan kebutuhan pelanggan. Secara khusus, Model Kano menekankan perlunya memberikan perhatian khusus pada tiga bidang:

  • Must-have element atau elemen yang harus dimiliki yang merupakan persyaratan mendasar untuk memberikan produk atau layanan. Contonya, saat memesan kamar hotel, kita mengharapkan water-heater, pendingin ruangan, dan tempat tidur dengan seprei bersih sebagai minimum mutlak. 
  • Performance attributes atau atribut kinerja yang dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dengan menawarkan lebih besar, lebih baik atau lebih cepat. Contohnya, dengan mengetahui kamar hotel memiliki fasilitas broadband supercepat yang gratis dan TV HD, kita akan merasa senang.
  • Kualitas, properti, atau atribut yang berfungsi sebagai delighters yang melampaui harapan pelanggan. Contonya, kamar hotel telah menyediakan greeting-card beserta welcome drink juga snack nya

Namun, banyak perusahaan berfokus pada peningkatan atribut kinerja untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, dengan gagasan bahwa lebih banyak selalu lebih baik. Tetapi Model Kano menyatakan bahwa memiliki dan merasakan user-experience merupakan atribut yang paling mempengaruhi kepuasan pelanggan.

Sejatinya, memiliki atribut kinerja tersebut tidak akan mempengaruhi peningkatan kepuasan pelanggan. Namun jika tidak memilikinya, akan menyebabkan menurunya kepuasan yang didapatkan oleh pelanggan. Sedangkan user-experience yang baik akan menghasilkan kepuasan yang lebih tinggi dan saat pelanggan tidak mendapatkannya akan menyebabkan ketidakpuasan karena tidak pernah mengharapkannya.

 

Sumber: 

UX Ness. (2015, July). What is Kano Model. UXNess: https://www.uxness.in/2015/07/kano-model.html

Singh, A. (t.thn.). The Kano Model: Driving customer experience improvement. Verizon: https://www.verizon.com/business/resources/articles/driving-customer-experience-improvement-with-the-kano-model/

Mind Tools. (2018). Kano Model: Analysis Delivering Products That Will Delight. MindTools: https://www.mindtools.com/pages/article/newCT_97.htm

‘Azzam, A. (2021). Kano Model. Desa Ilmu: https://www.instagram.com/desailmu/

Ide adalah produk yang diperoleh dari proses panjang, berulang, penuh dengan kegagalan, dan perbaikan. Ide menjadi jembatan untuk dapat berpikir kreatif. Kedua hal ini penting karena membantu melihat masalah dan situasi dari perspektif baru. Kreativitas menjadi pendamping pikiran yang kritis. Karena menciptakan pemikiran adalah cara untuk mengembangkan solusi baru atau tidak ortodoks yang tidak sepenuhnya bergantung pada solusi masa lalu atau saat ini.

Jika kamu tidak bisa berpikir hal yang catchy untuk sebuah presentasi atau apapun dalam pekerjaan mu, coba berjalan. Cukup dengan mengelilingi ruangan atau berjalan keluar menghirup udara segar akan senantiasa meningkatkan kreatifitas dengan signifikan. Berjalan akan memicu tubuh untuk mengeluarkan hormon endorfin. Endorfin berinteraksi dengan reseptor di otak yang mengurangi persepsi rasa sakit, juga memicu perasaan positif dalam tubuh. Emosi positif secara kondusif untuk kreativitas karena memperluas pikiran dan meningkatkan tingkat fokus.

Banyak dari kita yang sudah mendengar bahwa olahraga, termasuk jalan kaki akan meningkatkan kemampuan berpikir, mulai dari kemampuan sesaat maupun yang akan bertahan lama. Beberapa penelitian yang menunjukan bahwa setelah berolahraga manusia akan mendapatkan nilai yang lebih baik dalam test memory dan executive function (tes kemampuan untuk membuat keputusan dan mengatur pikiran).

Demikian pula, olahraga telah lama dikaitkan dengan kreativitas. Menurut Dee (2021), artist dan penulis generasi milenial akan berjalan untuk menyegarkan pikiran disaat mencari ide. Selain untuk mendapatkan ide, berjalan juga menjadi sarana meredakan panic attack saat akan berhadapan dengan orang banyak, menghadiri acara besar, atau mendapat kabar menegangkan.

Menurut Oppezzo (2018), manusia dengan ide sebanyak yang mereka bisa dan harus memutuskan: Apakah ini kreatif atau tidak? Definisi kreativitas yang disukai banyak orang adalah “kebaruan yang sesuai” atau “appropriate novelty”. Dengan sesuatu yang sesuai dan harus realistis.

Here are some tips:

  1. Saat berjalan, mulai pikirkan dari hal yang makro. Berpikir dari setiap sudut pandang secara general akan memperluas sudut pandang dan mempertimbangkan kemungkinan dari sebuah kejadian. Kita akan mudah menemukan hubungan dari setiap elemen yang terlibat.
  2. Jika kamu lebih suka berlari daripada berjalan, lakukanlah dengan kecepatan yang membuat nyaman. Saat merasa nyaman dengan kecepatan berjalan, yang ada dalam pikiran bukan lagi tentang perjalanan namun apa ide yang ingin didapatkan atau masalah yang akan dipecahkan.
  3. Berjalan sejauh mungkin untuk mendapatkan ide yang lebih banyak. Salah satu kunci kreativitas adalah tidak mengunci ide pertama. Terus berjalan, berlanjut, dan menemukan ide baru, sampai meneguhkan hati memilih satu atau dua yang terbaik untuk dikejar.
  4. Jika khawatir karena tidak dapat menuliskannya, lakukan dengan merekam ide dengan berpura-pura berbicara dengan partner saat sedang brainstorming. Karena tindakan menuliskan ide bisa menjadi filter. Kita akan bertindak seperti, “Apakah ini cukup bagus untuk ditulis?” Jadi, bicaralah sebanyak yang Anda bisa, rekam, dan pikirkan nanti.
  5. Saat ide tidak kunjung datang, jangan berjalan dengan waktu yang panjang. Mengistirahatkan tubuh dan pikiran dapat menjadi pilihan saat dalam keadaan .

Sejatinya, ilmu tentang berjalan mengubah berbagai proses mental yang berhubungan dengan kreativitas karena meningkatkan suasana hati sebagai efek utamanya (Reynold, 2018).

 

Sources:

https://artsydee.com/how-to-get-ideas-for-drawing/

https://www.ted.com/talks/marily_oppezzo_want_to_be_more_creative_go_for_a_walk?language=en

Thrifting Culture, budaya lama yang menarik perhatian kawula muda.

Thrifting merupakan pop culture yang mendapat stigma buruk, kini popularitasnya kian meroket. Mengambil dari kata Thrive atau berkembang dan kata lain Thrifty atau penggunaan barang secara baik dan efisien.

Thrifting culture berkembang dari masa ke masa dengan sejarah yang beragam dari berbagai sumber. Menurut Thirft World (2020) produksi masal dan banyaknya pakaian lama yang terbuang menjadi penyebab terbentuknya ide thrifting. Pada 1897 Umat Kristiani Amerika mengumpulkan dan menjual kembali barang bekas untuk disumbangkan, kegiatan ini menjadi titik munculnya ide thifting.

Selama bertahun-tahun, thrift shop mulai bermunculan, mempekerjakan orang cacat dan bahkan menawarkan operasi layanan. “Pada saat yang sama, seiring pertumbuhan populasi perkotaan, ukuran tempat tinggal berkurang, begitu pula area di mana benda-benda yang tidak berguna dapat disimpan,” tulis Le Zotte. Peningkatan frekuensi perputaran barang rumah tangga terjadi dari industrialisasi. Kondisi ini disertai dengan lonjakan imigrasi, serta peningkatan permintaan produk bekas oleh orang Amerika.

Sejatinya, thrifting adalah kegiatan berburu barang-barang bekas yang digambarkan seperti mencari jarum ditumpukan jerami. Tapi, jangan salah Sob! Demi mendapatkan barang limited yang terjangkau, banyak juga yang rela melakukan war di e-commerce ataupun antri di thrift shop.

Thrift shop adalah wadah penampung  penjual barang bekas. Thrift shop membuka peluang bisnis baru di kalangan anak muda, dengan hanya mengeluarkan modal sedikit akan mendapatkan hasil yang berlimpah. Khususnya untuk merek dagang baju yang besar dan stok modelnya yang langka.

Di Indonesia thrift shop tersebar luas diberbagai daerah, mulai dari Bandung dengan pusat di Cimol (Cibadak Mall) dan Jakarta dengan Pasar Senen, Pasar Baru, Glondok Plaza, dan lain sebagainya yang menjadi rekomendasi tempat thrifting disana.

Dari segi bisnis, thrift shop menjadi ‘beken’ bermula dari wilayah pesisir laut (Sumatera, Batam, Kalimantan, dan Sulawesi) yang menjadi tempat masuknya barang impor (Voi, 2020). Beberapa tahun silam, alih-alih melabeli produk mereka sebagai ‘barang bekas’, penjual memasarkannya sebagai ‘barang impor’, hal ini dikarenakan stigma yang meluas dan masyarakat yang belum menyatu dengan budaya ini. Namun dewasa ini, masyarakat Indonesia mulai terbuka dan ikut memeriahkan thrifting culture.

Bisnis thrift shop menekan tingkat emisi industri fashion. Menutut United Nations Climate Change News (2019), perluasan sektor fashion sendiri menghasilkan 10% emisi gas rumah kaca karena rantai pasokan yang ekstensif dan penggunaan energi dalam produksi yang intensif. Menurut statistik dari 2018, sektor fashion menghasilkan 2,1 miliar ton CO2eq atau setara dengan 4% dari emisi karbon di seluruh dunia, dengan tiga negara industri terbesar, Prancis, Jerman, dan Inggris, menyumbang sebagian besar emisi.

Antara tahun 2000 dan 2014, sektor fashion tumbuh pada tingkat tercepat. Pabrikan memproduksi pakaian dua kali lebih banyak daripada 15 tahun yang lalu, sementara rata-rata pelanggan membeli 60% lebih banyak pakaian daripada 15 tahun yang lalu. Melansir dari dari UNEP (2021), sektor fashion menggunakan 93 miliar meter kubik air setiap tahun, dengan pewarnaan dan pemrosesan kain menyumbang sekitar 20% dari air limbah industri fashion secara global. Selain itu, industri fashion menyumbang 10% dari emisi karbon tahunan di seluruh dunia yang diperkirakan meningkat lebih dari 50% pada 2030.

Perkembangan zaman yang menyebabkan kerusakan merupakan hal yang salah terutama dalam ajaran Islam. Islam mengajarkan kita untuk melestarikan lingkungan dan melarang kita merusaknya (fasad). Al-fasad diungkapkan sebanyak 52 kali dalam Al-Qur’anul al-Karim, dengan berbagai macam dan variasi. Salah satunya dalam QS. Ar Rum ayat 41:

Tangan manusia telah menyebabkan kerusakan di darat dan di laut; Allah menghendaki agar manusia menderita sebagian (akibat) perbuatannya agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Fiqhul Bi’ah atau gerakan peduli lingkungan dalam agama Islam. Pada kenyataannya, budaya ini juga merupakan sunnah dasar Nabi Muhammad SAW, yang mendesak umat Islam untuk memiliki cukup, memakai pakaian polos, dan hanya mengungkapkan tanda-tanda kemakmuran materi mereka. Karenanya, melestarikan budaya thrifting dapat berimbas baik bagi manusia dan lingkungannya.

 

Reference:

https://thriftworld.com/blog/article/get-to-know-thrift-world

https://voi.id/en/bernas/20200/for-the-thrift-shops-historical-and-cultural-mission-used-clothes-should-not-be-expensive

https://www.unep.org/news-and-stories/story/putting-brakes-fast-fashion